Pematah Janji

Aku adalah secangkir teh yang kau lewatkan di lain meja, yang tak teraduk menjadi dingin dalam hambar yang sempurna.

Terlalu sering kau lupa, sering pula kau jadikan bahan bercanda, yang akhirnya kau hubungi saat tangismu mendera. 
Untukmu, aku lakukan semua..

Sebelum akhirnya menghilang ditelan diam, mulutmu hanya berbicara tentang lain pertemuan,
Padahal di depanmu aku melebarkan telinga menunggu jawaban keyakinan. 

Terkumpul kekecewaan,
Kau semakin tak wajar membicarakan hal lain di depan hati yang jelas-jelas mendamba keyakinanmu.

Tak perlu kau pikirkan perasaan orang lain, terlihat jelas bahagiamu terlalu egois untuk dibagi. 
Aku pun tak terima jika nantinya aku hidup dengan seorang pematah janji; 
Maka bersenang-senanglah dengan dia yang kau pilih untuk menemanimu sampai tua,

Hingga suatu hari nanti...
Mendengar namaku akan membuatmu terbunuh tepat di dada.. 
Penyesalan akan menggerogoti perasaanmu..
Ucapan maaf akan kau teriakan dalam setiap doa, dan tangisan akan menyelimuti setiap malammu penuh nelangsa...

Namun sia-sia, di hari itu rasaku padamu telah tiada..

Sebab aku memutuskan pergi, karena ternyata hatiku terlalu mulia untuk kau tinggali. 
Dan bila nantinya hatimu diselimuti kerinduan, menangislah karena kau telah kulupakan..

Erupsi bulan mei


Di pertengahan bulan Mei, aku teringat pertemuan satu Perempuan . Purnama tercantik yang menggantung di langit keemasan, malam paling teduh yang pernah aku dapatkan.
Secangkir kopi yang mempertemukan kita di satu meja, sedikit sapa, dan aku kau jejali pertanyaan penuh kenapa. 
Terutama tentang kekosongan hati kita masing-masing, aku kira.
Sebelum kau terisak akan satu nama yang menderaimu dalam air mata.
Aku terjebak dalam nostalgia yang sama. Secangkir kopi yang kita buat berdua, aku pahitnya dan kau manisnya. 
Meneguknya kau puas, dari itu aku dapatkan ampas

Aku ingin berdamai dengan masa lalu, merelakan ketidakrelaan paling nyata dalam ketidaknyataan yang pernah aku nyatakan..

Tujuh bulan sejak kepergianmu, aku masih saja sibuk mencari penggantimu. 
Aku rela atas keputusanmu memilihnya, yang aku tak rela hanya kepada siapa kini aku harus mengalamatkan cinta? 
Di kepalaku wajahmu telah menjadi prasasti, merusaknya hanya akan menyakiti mimpi. 
Walau sekedar angan namun itu satu-satunya cara menjamahmu dari kejauhan. 
Sebab memilikimu aku tak pernah bisa, penolakanmu adalah sehebat-hebatnya kuasa.

Membunuh rasa.
Penuh terpaksa.
Aku tertatih menyeret hati yang tersiksa.

Menguap penuh harmoni, satu per satu rinduku melantunkan melodi. 
Alunan perih dalam kemegahan paling alami. 
Membawa luka tanpa henti, mengitari hari penuh sesak hingga bahagia seakan tak pernah lahir ke bumi. 
Begitu ramai tanpa sedikitpun damai, riuh menggema melepuh tak terima.

Menghantam logika.
Peluh menerpa.
Aku terkapar menahan lebam yang merata.

Padahal aku ingin memelukmu seperti rembulan di pertengahan Mei. 
Berhamburan bintang di sekitarnya, tetap kaulah satu-satunya. 
Tak terhindarkan derap kecewa berhamburan, bukan aku yang kau rencanakan, Bukan aku yang kau inginkan di masa depan. 
Mengertilah, tak secepat itu cinta berpindah. 
Bahkan jika aku berhasil menghilangkanmu dari hati, aku masih harus bergelut dengan perasaan tentang siapa penggantimu nanti.

Menikam langkah.
Perih terasah.
Aku tersayat menimang duka yang bernanah.

Mimpi kita tinggal bualan. 
Dusta paling nyata untuk diceritakan. 
Sehingga aku benar-benar ingin berdamai dengan kenangan, seperti adukan kopi malam ini yang tak teringat kala air telah mencampurnya. Aroma yang menggulung udara, menenangkan degub jantung akan amarah yang merajalela. 

Ternyata.
Tak seindah itu adanya.

Waktu yang paling tahu kapan aku bisa melupakanmu, maaf berderet di setiap detak menuju hatimu. 
Bahwa aku masih mencintaimu. Aku. Masih. Mencintaimu. 
Tak bisa dihentikan, tentangmu masih utama di perasaan. 
Anggap saja ini dosa terbaik untukku, mencintai seseorang yang telah jadi muara rindu. 
Karena cinta tak bisa dipaksakan, aku tak pernah menuntut kau untuk mencintaiku maka bebaskan aku untuk tetap menaruh rasa padamu.

Meletup-letup.
Pintu tertutup.
Aku tersenyum menanti senyum yang terkatup.

Selamat berbahagia atas hidupmu, kelak aku akan menyambangimu sembari mengucap itu. 
Tapi untuk sekarang, izinkan kepadamu aku masih mengucap sayang sampai nantinya berganti usang. 
Satu hal yang paling aku takutkan adalah bila akhirnya kau menyadari siapa yang paling mencintai. 
Pisau tertajam yang akan menyadarkan, robekan paling tidak sopan yang menengggelamkanmu dalam tangisan, rengekan terkeji dari kesadaran yang tak terelakkan.

Dan untukmu aku siap bersaksi, pemakaman nurani penuh ratap pucat pasi.

Tak usah dibaca

Hey, sekarang masih jam 18:47..
Lagi pengen nulis tapi ntah nulis apa, 
Mungkin karena sampe sekarang belum menemukan orang yang enak diajak sharing jadinya kalo ngga disimpen sendiri ya ditulis tulis aja di di note atau iseng masukin ke blog gak jelas ini.
Hahaha miris ya..

 Mungkin beberapa jam kedepan aku bakal jadi orang yang diem, sedikit kecewa menyelimuti hati. Tapi cuma sedikit, yang lainya masih shock dan sedih || skip..

Hey hey,, semangatku sekarang jadi Semangit lho..
Tau kan semangit? Bukan lebih bersemangat atau sangat bersemangat!
Semangit itu artinya Busuk. Bahasa jawa lho itu, mari tambah wawasan 

Maklum ya nulis apa juga gak jelas,dan aku belum ingin nulis tentang sajak atau sindirin buat diriku sendiri. Tau kenapa? Lagi Galau, bahas kerenya kan begitu.
Tapi dalam bahasaku, aku ngga tau apa yang harus aku lakukan.
Sekarang masih sendiri, bener-bener pengen sendirian.
Senengnya ditempat ini adalah lebih banyak sendirinya. Pernah sampai 4 hari sendiri, tanpa komunikasi,bicara,ketemu orang-orang.kecuali bicara sama customer atau klien ya, yang nota bene cuma bicara ngga lebih dari 10 menit.
Gampang banget disini buat merenung, tanpa takut diganggu orang. Positifnya, susah banget cari tempat kayak gini. Ngga usah bicarain negativenya, gak afdhol.

Beberapa hari ini selera humorku bermain ntah kemana, mungkin bakal lumayan lama dia gak bakal pulang..sedih rasanya.
Yah biar aku aja yang tahu, tugasku sekarang adalah:

- Mengikuti segala aktifitas yang ntah ngga tau apa
- Berlagak seperti orang normal
- Menampilkan senyum hangat mempesona pada siapapun meski hati ini pengen marah+teriak sehabis-habisnya
- Pura-pura gak ada apa-apa,balik ke poin nomor 2, berlagak seperti orang normal.

Intinya..
Pretending
Let's be whatever we want
It's okay whatever you want to be the good one or the bad one
It's totally your choice

Perlukah judul??

Rasa ini membaur dalam lingkup hati yang sunyi, bersaing melawan kepingan-kepingan noktah kelam masa lalu,
Meretas pada senyap yang menyeluruh diseparuh malam, akankah ada sebias cahaya datang untuk mencanarkan misteri hati sebelum labirin berkerak dibumi tuaku?
Aku ingin penjabaran yang mampu merubah kegalauan hati menjadi kedamaian yang hakiki..
Rasaku terus mendayung melintasinfase-fase yang senyap dan gelap..
Terombang-ambing dimuara pesakitan dan terdampar aku disamudra asing tak bertepi..

Aku tak dapat lagi memanggul tinggi hasrat hati untuk mencapai puncak getaran cinta yang sejati,
Merajut simpony samar dalam jiwa, rasa ngilu itu masih hidup dalam jiwaku.
Sungguh..
Tak jarang aku terdiam, merenung  menyenandungkan irama sunyi dalam bait Do'aku

TUHAN..
Kusadar raga dan jiwa ini seutuhnya kepunyaan-Mu
Nafas ini pun kutahu juga titipan-Mu
Engkau menciptakan dengan rasa dan takdir yang berbeda dengan yang lain,
Kini semua kukembalikan pada-Mu

Lewat simpuhku selayak pengemis diantara reruntuhan bening kembar yang tiada kesat..
Tataplah aku dengan cahaya kasih-Mu agar langkahku kembali tegar dalam meniti takdir ketetapan-Mu.

Tak Berhenti Berharap

Sudah lama aku menyulam khayalan pada tirai hujan menata wajahmu disana serupa puzzle, sekeping demi sekeping. Dengan perekat kenangan di tiap sisinya, lalu saat semua menjelma sempurna..
Kubingkai lukisan parasmu itu dalam setiap leleh rindu yang kupelihara disudut hati dengan rasa resah dari musim ke musim..

Cinta selalu memendam rahasia dan misterinya sendiri. Pada langit, pada hujan, katamu lirih terbata-bata.
Dan seketika, linangan air matamu menjelma bagai deras aliran sungai yang menghanyutkanku, Jauh kehulu dimana harapan kita karam disana..

Sudah lama aku memindai sosokmu pada derai gerimis, memastikan setiap serpih mimpiku untuk bersama membangun surga ditelapak kakimu dapat menjadi nyata.
Tapi selalu semuanya segera berlalu dan sirna, bersama desir angin diberanda.
Percayalah, aku ada dinadimu seperti kamu ada didarahku, Bisikmu pelan ketika bayangmu perlahan memudar dibalik rinai hujan..

Ketika aku sadar hidup tak seindah impianku, Bukan berarti aku berhenti bermimpi..
Ketika hidup tak seindah harapanku, Tidak berarti pula aku berhenti berharap..
Dah ketika aku sadari hidup tak seindah puisi, Bukan berarti juga aku akan berhenti berekspresi..

Dan sesungguhnya yang aku butuhka bukan putih atau hitamnya tuts piano, Karena bila keduanya dimainkan akan melahirkan melodi dan harmoni...